Sumber : www.casavina.com |
Ikan sebagai bahan pangan fungsional mempunyai sifat
cepat rusak (highly perishable),
untuk memanfaatkan sifat fungsional tersebut manusia telah banyak belajar
dengan alam dengan mengolah menjadi beberapa produk
olahan yang mempunyai karakteristik masing-masing. Salah satu proses
pengolahan ikan adalah fermentasi, fermentasi didefinisikan
sebagai proses pemecahan molekul organik kompleks (seperti protein) menjadi
komponen sederhana atau penyusunnya (asam amino) dengan bantuan mikroorganisme.
Mikroba yang ditambahkan bersifat antagonis dengan menghambat pertumbuhan
bakteri pembusuk yang terdapat pada ikan / bahan yang difermentasikan.
Mekanisme bakteri antagonis menghambat bakteri patogen dengan cara :
a.
Persaingan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan
mikroba.
b.
Penurunan pH lingkungan sehingga aktivitas metabolisme
bakteri pembusuk terganggu.
c.
Produksi hasil metabolit yang bersifat racun bagi bakteri
pembusuk.
Jenis bakteri antagonis yang sering digunakan pada proses
fermentasi ikan adalah Lactobacillus
plantarum jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) dan golongan bakteri Halophili. Berdasarkan penelitian Lee,et al. (2014) produk fermentasi udang (saeu-jeot = Korea) yang difermentasi dengan
menambahkan garam + 25 % (w/v) pada masing-masing suhu (100C,
150C, 200C dan 250C) menunjukkan bahwa
mikroorganisme awal proses fermentasi didominasi golongan Proteobacteria seperti Pseudoalteromonas,
Photobacterium, Vibrio, Aliivibrio dan Enterovibrio kemudian digantikan dengan
golongan Firmicutes (Psychrobacter, Staphylococcus, Salimicrobium,
dan Alkalibacillus) serta golongan Halanaerobium yang bertanggung jawab
menghasilkan senyawa karbonil seperti glukosa, gliserol, laktat, asetat,
butirat dan metilamine.
Secara umum karakteristik
penting yang harus dimiliki mikroba dalam proses fermentasi adalah :
a.
Mikroba harus mampu tumbuh dengan cepat dalam suatu
substrat dan lingkungan yang cocok serta mudah dibudidayakan dalam jumlah
besar.
b.
Mempunyai kemampuan untuk mengatur ketahanan fisiologis
menghadapi kondisi seperti tersebut diatas dan mampu menghasilkan enzim-enzim
esensial dengan mudah dan cepat dalam jumlah besar agar kondisi yang diinginkan
dapat tercapai.
c.
Kondisi lingkungan yang diperlukan bagi pertumbuhan dan
produksi maksimum secara komparatif harus sederhana.
1.
Perubahan pH
pH pada
produk fermentasi ikan dijadikan indikator untuk daya awet produk. Perubahan pH
disebabkan oleh produksi asam dan alkalin Volatil
Base Nitrogen (VBN) oleh aktifitas bakteri. pH juga berperan menghasilkan
rasa asam pada produk akhir fermentasi.
2.
Perubahan Formaldehide Nitrogen
Formaldehide
nitrogen digunakan sebagai indek untuk mengklasifikasikan kualitas kecap ikan,
senyawa ini memegang peran penting sebagai indikator derajat penuaan (aging) atau putrefaction dan pembentukan rasa yang optimum. Peningkatan
formaldehide nitrogen selama proses fermentasi berlangsung disebabkan karena
senyawa protein terhidrolisa secara bertahap oleh aktifitas bakteri proteolitik
atau enzim proteinase yang terdapat pada tubuh ikan.
3.
Perubahan Total
Volatile Base Nitrogen (TVB-N) dan Kadar Garam
TVBN
mengalami peningkatan karena proses autolisis yang terjadi selama proses
fermentasi. Garam pada proses fermentasi memegang peran penting karena dapat
memberikan citarasa dan aroma padaproduk fermentasi yang dihasilkan,
meningkatkan laju perombakan protein, meningkatkan nilai nutrisi produk
fermentasi, dan sebagai akselerator proses fermentasi. Akan tetapi kadar garam
yang berlebihan pada proses fermentasi justru akan memperlambat proses
enzimatik dan juga menyebabkan daging ikan menjadikeras karena pengaruh tekanan
osmotik yang semakin tinggi.
4.
Asam Amino
Asam
amino terbentuk karena proses autolisis pemecahan protein menjadi komponen
sederhana yaitu peptida maupun asam amino. Asam amino glutamat, aspartat,
sistein, leusin dan alanin adalah asam amino yang dominan pada kecap ikan. Asam
amino memberikan rasa dan aroma khas produk fermentasi, seperti glutamat
memberikan aroma khas daging; glisin, alanin, serin dan threonin memberikan
rasa manis pada produk.
1.
Terasi
pasta. Terasi sangat populer dimasyarakat Indonesia maupun
Asia Tenggara karena digunakan sebagai bumbu atau pelengkap masakan masyarakat
Indonesia maupun Asia Tenggara. Kandungan gisi terasi untuk terasi dari udang
adalah 27 - 30%, kadar air 50 – 70%, dan garam 15 – 20%, sedangkan terasi dari
ikan adalah 20 – 45%, kadar air 35 – 50% dan garam 10 – 25%. Mikroba yang
terdapat pada terasi adalah Micrococcus,
Aerococcus, Cornyebacterium,
Flavobacetrium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium dan Acinetobacter dan beberapa jenis kapang. Selama fermentasi
berlangsung terjadi perombakan protein menjadi senyawa sederhana seperti
protease, pepton, peptida dan asam amino.
2.
Kecap Ikan
Produk
fermentasi ikan yang berbentu cair, beda dengan kecap yang dihasilkan dari kedelai.
Kecap ikan berwarna jernih kekuningan hingga coklat muda dengan rasa yang asin
relatifkuat dan bau khas ikan. Pembuatan kecap ikan dengan cara menambahkan garam
pada ikan kemudian difermentasikan dalam wadah tertutp selama beberapa minggu
bahkan bulan, dari hasil fermentasi ini terbentuk cairan dan cairan inilah yang
disebut kecap ikan. Mikroba yang terdapat pada kecapikan adalah bakteri dari
golongan Halobacterium, Aspergilus fumigatus, Penicillium notatum, Micrococcus varians dan Micrococcus saprophyticus.
3.
Peda
Produk fermentasi ikan (biasanya berkadar lemak tinggi
seperti ikan Kembung, ikan Layang, ikan Selar, ikan Mas dan ikan Mujahir) yang
difermentasikan dengan penambahan garam (20 – 25%) dalam wadah yang tertutup selama
1-2 hari dan dilanjutkan proses fermentasi selama 1 minggu atau bahkan satu
bulan tergantung dari citarasa yang diinginkan. Produk ikan peda memiliki
karakteristik daging berwarna kemerahan segar, tekstur daging sedikit keras namun
liat. Mikroba yang berperan dalam proses fermentasi peda dari jenis Halobacterium, Acinetobacter, Flavobacterium,
Cytophaga, Micrococcus, dan Corynebacterium. Selama proses fermentasi
berlangsung terjadi perubahan penurunan kadar air akibat perlakuan garam yang
diberikan sehingga didapatkan tekstur ikan peda sedikit keras namun liat.
Terbentuk citarasa dan aroma khas produk yang terbentuk dari proses perombakan
senyawa protein dan lemak menjadi senyawa metil keton dan butil aldehid.
Kandungan gisi ikan peda adalah Kadar protein 20-22%, kadar lemak 7-14 % dan
kadar NaCl 15-17%. Ikan peda biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menjadi pepes,
sayur oseng, maupun beberapa masakan khas lainnya sesuai daerah masing-masing.
4.
Picungan
Produk khas provinsi Banten (Kab. Pandeglang, Kab.
Labuhan dan Kab. Lebak) berupa fermentasi ikan menggunakan buah picung (Pangium edule). Ikan yang biasa diolah
adalah ikan Layang, ikan Kembung, Teri, ikan Layur, ikan Tiga Waja, ikan Pari
dan ikan Cucut. Biji picung yang digunakan sebaiknya masih mentah, biji picung
menjadi sumber karbohidrat yang akan dirombak oleh bakteri asam laktat. Asam
sianida yang terkandung pada biji picung berasal dari senyawa giniokardin
glukosa. Proses pembuatannya cukup sederhana, ikan yang telah dicuci disiangi,
dipotong-potong (ikan ukuran besar) atau utuh sesuai dengan yang diinginkan,
kemudian dicampur picung dan garam dengan perbandingan ikan : picung : garam (4
: 2 : 1) dan disusun dalam keranjang yang telah dilapisi daun pisang,
difermentasikan selama (2-7 hari). Picungan biasanya dikonsumsi dengan cara
digoreng, dipepes maupun dimasak sesuai selera yang diinginkan. Nilai gisi yang
dihasilkan (kadar air 64-66%, kadar protein 20-22%, kadar lemak 2-3%, kadar abu
4-6% dan pH 5,26) (BBRP2BKP). Penelitian
Irianto (2003), menunjukkan bahwa jenis mikroba yang terdapat pada picungan
adalah bakteri asam laktat dari genus Lactobacillus
dan Lactobacillus murinus.
5.
Bekasam
Bekasam merupakan produk hasil fermentasi ikan yang diproses dengan
menambahkan sumber karbohidrat (biasanya nasi atau beras ketan yang telah
ditambahkan ragi tape) yang nantinya dirombak menjadi gula sederhana, alkohol
dan asam yang berperan menciptakan rasa dan aroma yang khas. Jenis ikan yang
digunakan dapat bervariasi tetapi kebanyakan yang digunakan jenis ikan air
tawar seperti ikan Lele, ikan Mas, ikan Nila, ikan Mujahir, dan ikan Wader.
Proses pembuatannya seperti berikut : ikan dicuci dan disiangi, dibelah menjadi
kupu-kupu, direndam dalam larutan garam (10-16%) selama + 2 hari
kemudian difermentasikan dengan nasi (25-50% dari berat ikan) dalam kondisi
anaerob selama 1 minggu atau lebih. Bakteri yang terdapat pada bekasam dari
jenis Lactobacillus coryneformis dan Lactobacillus spp. Komposisi gisi
bekasem yang dihasilkan adalah kadar air (55-68%), kadar protein (4-7%), kadar
lemak (5-6%), kadar abu (6-8%) dan pH berkisar antara 4,5 – 4,9 (BBRP2BKP).
6.
Cincalok
Cincalok merupakan produk fermentasi ikan berukuran kecil
asal daerah Bengkalis Prov Riau, Melayu (Penang, Malaysia), Pontianak
(mencalok), dan Bangka (rusip). Proses pengolahan ampir sama dengan bekasam
yaitu difermentasi dengan nasi / tepung tapioka, garam dan sedikit gula. Mikroba
yang berperan dalam proses fermentasi cincalok adalah Lactobacillus coryneformis, Pediococcus damnosus, dan Pediococcus sp (Sugiyono et al, 1991). Kandungan gisi
cincalok meliputi kadar protein 16,23%, kadar lemak 1,57%, kadar abu 12,43% dan
pH 4,82.
7.
Naniura
Produk fermentasi ikan asal Batak Toba, Sumatera Utara.
Bahan mentah yang biasanya digunakan adalah ikan Mas, ikan Gabus. Pengolahan
Naniura dengan cara ikan disiangi dan dicuci bersih direndam dalam air
jeruknipis selama + 3 jam atau dalam asam asetat kemudian
difermentasikan dengan beras dalam wadah tertutup. (BBRP2BKP).
8.
Pudu
Pudu merupakan produk fermentasi ikan biasanya ikan tawar
(ikan Mas atau ikan Mujahir) asal Kep. Riau. Proses pengolahannyahampir sama
dengan produk fermentasi ikan lainnya yaitu : ikan disiangi dan dicuci bersih
kemudian ditambahkan garam 20%, nasi 5%, asam kandis dan air secukupnya
kemudian dimasukkan dalam botolyang tertutup rapat untuk berlangsunya proses
fermentasi kurang lebih selama 2-3 hari. Kandungan gisi yang dihasilkan
meliputi kadar protein 13-15% dan kadar lemak 1%, (BBRP2BKP).
Daftar
Pustaka
Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan.
Irianto, H.E., Indriati, N.,
Amini, S. dan Sugiyono. 2003. Study on the processing of picungan, a
traditional fermented fish product from Banten. Di dalam Proceeding of
the JSPS – DGHE International workshop on processing technology of fisheries
products. Semarang, 25 – 26 August 2003 (Ibrahim, R. et al. eds.).
pp. 139 – 144.
Lee, Se Hee., Jung, Ji Young.,
Jeon, Che Ok. 2014. Effects of Temperature on Microbial Succession andMetabolite Change During Saeu-Jeot Fermentation. Food Microbiology 38 (2014)
16-25.
Xu, Wei., Gang Yu., Xue Changhu., Xue Yong., Ren Yan. 2008. Biochemical Changes Associated With Fast Fermentation of Squid Processing by – products for Low Salt Fish Sauce. Food Chemistry 107 (2008) 1597 – 1604.
No comments:
Post a Comment