Flora atau tumbuhan merupakan organisme yang mampu
menghasilkan zat organik kompleks melalui proses metabolime atau sering dikenal
dengan fotosintesa sebagai sumber energi dan nutrisi bagi hidupnya. Dalam
rantai makanan tumbuhan berada di level dasar atau sebagai produsen. Berikut
beberapa jenis flora perairan yang mempunyai nilai ekonomis penting :
1. Phytoplankton
Phytoplankton meskipun
ukurannya kecil tidak dapat dilihat dengan mata telanjang akan tetapi
peranannya sangat besar sekali pada rantai makanan. Tergolong organisme
autotrof yang artinya mampu mensintesa makanannya sendiri dari bahan-bahan
anorganik menjadi bahan organik melalui proses yang kita kenal dengan fotosintesis.
Proses fotosintesis terjadi karena adanya bantuan sinar matahari ataupun
senyawa kimia, oleh karena itu dalam rantai makanan sebagai produsen. Phytoplankton
mengambil Co2 yang terlarut dalam perairan laut untuk poses
fotosintesisnya, fenomena ini juga sering diistilahkan dengan pompa biologis (biologic pump) diman fitoplankton dari
jenis dinoflagellata, coccolithrophore dan diatom dapat mengontrol konsentrasi CO2 di atmosfir. Gas CO2 di atmosfer
sebesar 700 milyar ton dipertahankan melalui pertukaran dengan cadangan yang
sangat besar di laut yaitu sebesar 35.000 milyar ton (Dahuri, 2013). Selain sinar matahari fitoplankton juga membutuhkan
nutrisi berupa nitrat, fosfat, atau asam silikat dan besi yang tersedia pada
perairan yang kaya akan nutrisi dan dalam, sehingga pencemaran di laut atau
perairan serta efek rumah kaca dari karbondioksida akibat aktifitas manusia
harus ditangani dengan serius agar tidak berdampak sistemik bagi kehidupan.
Gambar Phytoplankton
Sumber : www.wikipedia.com
Sumber : http://biology.unm.edu/
Sumber : www.wikipedia.com
Sumber : www.wikipedia.com
Komunitas phytoplankton dan makro alga juga mempunyai peran yang penting dalam
menjaga keseimbangan panas bumi melalui pengendalian ketebalan awan yang
melewati lautan. Hal ini merupakan kunci utama dalam menentukan berapa besar
radiasi sinar matahari yang dipantulkan kembali dari bumi. Berdasarkan
hipotesis bahwa jenis fitoplankton tertentu mengeluarkan zat yang cepat berubah
menjadi gas yang bersifat reaktif terhadap sulfur (dimethyl sulfide atau DMS).
Pada saat lepas ke atmosfer senyawa tersebut teroksidasi dengan cepat membentuk
asam sulfat (H2SO4). Cairan asam tersebut berperan sebagai inti dalam proses
kondensasi untuk pembentukan butiran uap air di permukaan laut (Dahuri, 2013).
2. Mangrove
Mangrove terletak di daerah
peralihan antara laut dan daratan, salinitas air
asin, selalu tergenang yang berbeda dalam jangkauan pasang surut seperti daerah
delta, muara sungai atau sungai-sungai pasang dan berlumpur. menurut McGill (1984) dalam Supriharyono (2009) hampir 75%
tumbuhan mangrove hidup diantara 350 LU - 350 LS, dan terbanyak terdapat di
kawasan Asia Tenggara, seperti Malaysia, Sumatera, dan beberapa daerah di
Kalimantan yang mempunyai curah hujan tinggi dan bukan musiman. Hutan mangrove
adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan
suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies
pohon-pohon yang
khas
atau
semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin Nybakken (1992). Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam
8 famili, dan terdiri
atas 12 genera
tumbuhan berbunga : Avicennie,
Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia,
Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen,
2000).
Sonneratia Rizhophora
Fungsi Mangrove
a.
Pelindung pantai
terhadap erosi yang berlebihan akibat badai tropik dan dari bencana tsunami.
b.
Sebagai spawning ground, nursery ground, dan feeding
ground bagi organisme yang berkepentingan.
3. Lamun
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut, berbiji satu (monokotil), memiliki daun, bunga dan buah serta mempunyai akar rimpang atau disebut rhizom. Perakaran yang terbenam kuat inilah yang digunakan untuk menahan gelombang dan arus (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974 dalam Azkab 1999).
Lamun (seagrass) adalah tumbuhan tingkat tinggi (Angiospermae) yang telah beradaptasi untuk dapat hidup terbenam di air laut, berbiji satu (monokotil), memiliki daun, bunga dan buah serta mempunyai akar rimpang atau disebut rhizom. Perakaran yang terbenam kuat inilah yang digunakan untuk menahan gelombang dan arus (Wood et al. 1969; Thomlinson 1974 dalam Azkab 1999).
Seperti halnya mangrove, lamun yang berada pada suatu habitat tertentu
dalam jumlah banyak disebut Padang Lamun. Di padang Lamun terdapat berbagai
organisme yang bersimbiosis satu dengan lainnya, sehingga padang lamun dapat
disebut sebagai sistem ekosistem. Ekosistem padang lamun merupakan ekosistem yang tinggi
produktifitas organiknya, dengan keanekaragaman biota yang cukup tinggi. Pada
ekosistem, ini hidup beraneka ragam biota laut seperti ikan, krustasea, moluska
(Pinna sp, Lambis sp, Strombus sp),
Ekinodermata (Holothuria sp, Synapta sp, Diadema sp, Arcbaster sp,
Linckia sp) dan cacing (Polichaeta) (Bengen, 2001).
4. Algae
Dalam dunia tumbuhan ganggang termasuk kedalam dunia tallopyta (tumbuhan talus), karena belum mempunyai akar, batang dan daun secara jelas.dan
ganggang ada yang bersel tunggal dan juga ada yang bersel banyak dengan bentuk Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof (dapat menyusun makanannya sendiri) yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki “organ” seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). serupa benang atau lembaran. Hampir semua ganggang bersifat eukaryotik. Habitat hidupnya di air tawar, laut dan tempat-tempat yang lembab. Alga terbagi menjadi beberapa kelas :
Dalam dunia tumbuhan ganggang termasuk kedalam dunia tallopyta (tumbuhan talus), karena belum mempunyai akar, batang dan daun secara jelas.dan
ganggang ada yang bersel tunggal dan juga ada yang bersel banyak dengan bentuk Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof (dapat menyusun makanannya sendiri) yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata. Alga bahkan dapat dianggap tidak memiliki “organ” seperti yang dimiliki tumbuhan (akar, batang, daun, dan sebagainya). serupa benang atau lembaran. Hampir semua ganggang bersifat eukaryotik. Habitat hidupnya di air tawar, laut dan tempat-tempat yang lembab. Alga terbagi menjadi beberapa kelas :
-
Cyanophyta (Alga
biru), masih prokaryotik.
-
Chlorophyta (Alga
hijau)
-
Chrysophyta (Alga
keemasan)
-
Phaeophyta (Alga
coklat)
-
Rhodophyta (Alga
merah)
Klasifikasi tersebut didasarkan
pada zat warna (pigmen) yang terdapat dalam alga,
zat warna tersebut dikasifikasikan menjadi :
-
Fikosianin : warna biru
-
Klorofil : warna hijau
-
Fukosantin : warna perang / coklat
-
Fikoeritrin : warna merah
-
Karoten : warna keemasan
-
Xantofil : warna kuning
Alga
memiliki ukuran yang beraneka ragam ada yang mikroskopis, bersel satu,
berbentuk benang atau pita , atau bersel banyak berbentuk lembaran. Dalam
perairan alga
merupakan penyusun phytoplankton
yang biasanya melayang – layang
didalam air, tetapi juga dapat hidup melekat didasar perairan disebut neustonik. Golongan alga yang paling dikenal adalah rumput laut,
chlorella, dan spirulina.
Gambar : Chlorophyta
Sumber : www.botany.hawaii.edu
Gambar : Phaeophyta
Gambar : Rhodophyta
Smber : ichaqq.blogspot.com
Rumput Laut
Rumput laut termasuk ke dalam golongan Rhodophyta, memiliki nilai ekonomis yang sangat penting artinya bagi para penduduk karena dapat dimanfaatkan untuk sayuran, obat traditional, pupuk organik, makanan ternak dan sebagainya. Posisi Indonesia yang dilalui garis equator menyebabkan kaya akan sinar matahari, nutrisi dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Total produksi rumput laut basah di Indonesia sekitar 5,17 juta ton (2013). Jenis rumput laut yang tumbuh di Perairan Indonesia diantaranya dari jenis Gracilaria, Gelidium, Euchema, Hypnea, Sargassum, dan Turbinaria (Directorate of Bussines and Invesment, 2013). Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi senyawa kimia yang diekstrak dari alga laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dan bahan tambahan untuk industri makanan, therapetic, obat-obatan dan kosmetik. Disamping rumput laut ada juga Chlorella dan Spirulina dari golongan algae yang bernilai ekonomis penting.
Rumput laut termasuk ke dalam golongan Rhodophyta, memiliki nilai ekonomis yang sangat penting artinya bagi para penduduk karena dapat dimanfaatkan untuk sayuran, obat traditional, pupuk organik, makanan ternak dan sebagainya. Posisi Indonesia yang dilalui garis equator menyebabkan kaya akan sinar matahari, nutrisi dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan rumput laut. Total produksi rumput laut basah di Indonesia sekitar 5,17 juta ton (2013). Jenis rumput laut yang tumbuh di Perairan Indonesia diantaranya dari jenis Gracilaria, Gelidium, Euchema, Hypnea, Sargassum, dan Turbinaria (Directorate of Bussines and Invesment, 2013). Seiring dengan perkembangan teknologi dan informasi senyawa kimia yang diekstrak dari alga laut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dan bahan tambahan untuk industri makanan, therapetic, obat-obatan dan kosmetik. Disamping rumput laut ada juga Chlorella dan Spirulina dari golongan algae yang bernilai ekonomis penting.
Chlorella
Chlorella termasuk ke dalam filum Chlorophyta atau alga hijau, sel berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Dalam sel Chlorella mengandung 50% protein, lemak 20%, karbohidrat 20%, serat 5% serta mineral dan vitamin A, B, D, E, K sekitar 10%. Chlorella mengandung pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. Chlorella dapat hidup di air tawar, laut atupun tempat yang basah. Tumbuh pada salinitas 225 ppt, Tumbuh sangat baik pada suhu 20°-23° C. Berkembang biak dengan cara membelah diri (vegetatif). Pertumbuhan Chlorella sp dapat diukur dengan cara mengamati dan menghitung perkembangan jumlah sel dari waktu ke waktu. mengandung gizi yang cukup tinggi yaitu protein 42,2 %, lemak kasar 15,3 %, nitogen dalam bentuk ekstrak, kadar air 5,7 % dan serat 0,4 %. Chlorella juga menghasilkan suatu antibiotik yang disebut Chlorellin yang dapat melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007).
Chlorella termasuk ke dalam filum Chlorophyta atau alga hijau, sel berbentuk bulat, hidup soliter, berukuran 2-8 µm. Dalam sel Chlorella mengandung 50% protein, lemak 20%, karbohidrat 20%, serat 5% serta mineral dan vitamin A, B, D, E, K sekitar 10%. Chlorella mengandung pigmen hijau (klorofil) yang berfungsi sebagai katalisator dalam proses fotosintesis. Chlorella dapat hidup di air tawar, laut atupun tempat yang basah. Tumbuh pada salinitas 225 ppt, Tumbuh sangat baik pada suhu 20°-23° C. Berkembang biak dengan cara membelah diri (vegetatif). Pertumbuhan Chlorella sp dapat diukur dengan cara mengamati dan menghitung perkembangan jumlah sel dari waktu ke waktu. mengandung gizi yang cukup tinggi yaitu protein 42,2 %, lemak kasar 15,3 %, nitogen dalam bentuk ekstrak, kadar air 5,7 % dan serat 0,4 %. Chlorella juga menghasilkan suatu antibiotik yang disebut Chlorellin yang dapat melawan penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri (Vashista, 1979 dalam Rostini, 2007).
Dinding sel Chlorella tersusun
atas selulosa, akan tetapi ada juga spesies lain yang tersusun atas
sporopollenin. Sporopollenin merupakan sebuah biopolimer dari karotenoid yang
mempunyai kemampuan resistensi tinggi dari degradasi oleh enzim atau
reagen-reagen kimia yang kuat (Rahat M, Riech V, 1985 dan Zagarese, HE and
Helbing EW. 2003). Zat ini selain mempunyai kemampuan resistensi yang kuat juga
mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi ion logam dari suatu larutan membentuk
logam dengan ligan, hal inilah yang menjadikan mengapa alga hijau disebut
sebagai filter feeder (organisme yang
mampu menyaring partikel-partikel yang berasal dari suspensi di lingkungan
hidupnya) (Pehlivan et al, 1995; Cannon HG, 1928) Kompoenen-komponen makro maupun
mikro nutrien Chlorella yang mendasari banyak ilmuwan bioteknologi memanfaatkan
Chlorella menjadi komoditi ekonomi baik sebagai penghasil antibakteri, anti
tumor, anti kanker bahkan menjadi sumber pangan masa depan.
Spirulina
Spirulina termasuk alga biru bersel
satu, berbentuk spiral, banyak mengandung protein, vitamin, mineral,
karatenoid, antioksidan yang dapat melindungi sel dari kerusakan. Spirulina
mengandung nutrisi-nutrisi termasuk vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B6, dan B9),
beta karoten, vitamin C, D, dan E, mangan, zinc, copper, besi, selenium dan
asam lemak essensil seperti gamma linoleic acid (GLA), alpha linoleic acid
(ALA), linoleic acid (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaenoic acid (EPA),
docosahexaenoic acidarachinodic acid (AA). Seperti halnya alga biru lainnya,
spirulina disamping mempnyai nutrisi penting juga mengandung toksin yang
disebut microcystins yang dapat
menyerap logam berat pada perairan tumbuhnya. Beberapa manfaat Spirulina adalah
sebagai berikut :
Supplement
Spirulina terdiri dari 62% asam
amino, vitamin B kompleks, asam lemak esensial, vitamin dan mineral serta zat
pigmen alami. Dengan kandungan nutrisinya
lengkap yang dibutuhkan oleh tubuh Spirulina sangat direkomendasikan
sebagai suplement makanan.
Meningkatkan daya tahan tubuh
Kandungan fikosianin, klorofil
dan polisakarida yang terkandung didalam Spirulina mampu membantu meningkatkan
aktifitas unsur-unsur antibodi untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh
virus, bakteri, serta parasit.
Antioksidan & anti kanker
alami
Selenium, vitamine,
betakaroten, klorofil, xanthofil, fikosianin yang terkandung pada Spirulina
merupakan nutrient yang dapat bertindak sebagai antioksidan dan anti kanker.
Detoksifikasi
Kandungan klorofil mampu
bekerja untuk membersihkan dan membuang racun yang terkadung didalam tubuh baik
yang berasal dari bahan pengawet makanan, obat-obatan, air yang tercermar dan
bahan-bahan kimiawi yang terkumpul di dalam darah.
Bengen, Dietriech G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Bengen, Dietriech G, 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Pehlivan E., Ersoz M., Pehlivan M., Yildiz S., Duncan H.J. 1995. The Effect of pH and Temperature on the Sorption of Zinc (II), Cadmium (II) and Aluminum (III) Onto New Metal – Ligand Complexes of Sporopollenin. J. Coll Inter Sci 170 : 320 – 325.
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS. 2013. dalam http://jurnalmaritim.com/2013/2/129/potensi-ekonomi-maritim-indonesia.
Rahat M, Reich V. 1985. Coreelation Between Characteristic of Some Free Living Chlorella sp and Their Ability to Form Stable Symbioses With Hydra Viridis. J. Cell Sci 71 : 257-266.
Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Zagarese, HE and Helbing, EW. 2003. UV Effects in Aquatic Organism and Ecosystems, Britain : Royal Society of Chemistry. ISBN 0-85404-301-2.
Gambar : Spirulina
Sumber : www.planetmattersandmore.com
Daftar Pustaka
Azkab, M.H. 1999. Pedoman Inventarisasi
Lamun. Oseana, Volume XXIV Nomor 1. 1999: 1-16. ISSN 0216-1877.Bengen, Dietriech G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Bengen, Dietriech G, 2000. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan –IPB, Bogor.
Cannon HG. 1928. On
The Feeding Echanism of The Fairy Shrimp Chirocephalus Daphanous. ProVost.
Trans. Roy. Cos. Edinb. 55 : 807-22.
Directorate
of Business and Invesment. 2013. Profil of Business and Invesment Opportunities
on Seaweed Industry in Indonesia III. Directorate of Business and Invesment,
Directorate General of Fisheries Product Processing and Marketing, Ministry of
Marine Affairs and Fiheries.Pehlivan E., Ersoz M., Pehlivan M., Yildiz S., Duncan H.J. 1995. The Effect of pH and Temperature on the Sorption of Zinc (II), Cadmium (II) and Aluminum (III) Onto New Metal – Ligand Complexes of Sporopollenin. J. Coll Inter Sci 170 : 320 – 325.
Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS. 2013. dalam http://jurnalmaritim.com/2013/2/129/potensi-ekonomi-maritim-indonesia.
Rahat M, Reich V. 1985. Coreelation Between Characteristic of Some Free Living Chlorella sp and Their Ability to Form Stable Symbioses With Hydra Viridis. J. Cell Sci 71 : 257-266.
Supriharyono. 2009. Konservasi Ekosistem Sumberdaya Hayati di Wilayah Pesisir dan Laut Tropis. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Zagarese, HE and Helbing, EW. 2003. UV Effects in Aquatic Organism and Ecosystems, Britain : Royal Society of Chemistry. ISBN 0-85404-301-2.